Kamis, 19 Juni 2014

Lindungi Anak dari Tindakan Bully!

Nama: Cikal Ringgin Paneduh
Tugas: Penulisan Feature



Lindungi Anak dari Tindakan Bully!

            Hidup dengan damai adalah dambaan seluruh makhluk hidup di muka bumi ini terutama setiap manusia. Namun kenyataannya tak sejalan dengan harapan, masih banyak sekali ditemukan kasus yang bertolak belakang dengan kata damai yaitu bully. Awal pertama saya mendengar istilah bully adalah saat saya duduk di bangku SMA tingkat pertama. Saat itu kata bully sungguh menjadi trending topic di kalangan masyarakat dan pers. Padahal saat itu jujur saja saya tidak begitu paham maksud dari istilah bully, bahkan saya sendiri sering melontarkan istilah tersebut dalam wujud candaan di kalangan teman-teman seusia saya. Hingga akhirnya saya melanjutkan ke perguruan tinggi membuat saya paham dan mengerti maksud dari istilah bully yang sesungguhnya. Bully bisa dikategorikan berupa kekerasan atau intimidasi yang bisa dilakukan oleh siapa saja, kepada siapa saja, dan dalam bentuk apa saja.
Di Indonesia tidak hanya terjadi satu atau dua kasus bully, awal meluas istilah bully dengan ditemukannya banyak kasus kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh senior kepada juniornya biasa disebut sebagai senioritas. Kekerasan tersebut biasanya berupa bentakan, pemalakan, bahkan asusila. Dampak dari perbuatan pelaku kepada korban adalah rasa minder, pemalu, depresi (tertekan), dan bunuh diri. Terlihat jelas dimana moral dan iman sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan.
Tidak hanya senioritas saja, akhir-akhir ini saya mendengar kabar melalui berbagai media seperti, surat kabar, televisi, radio, dan jejaring sosial mengenai kasus kekerasan atau bully. Sudah seharusnya orang tua memberikan kasih sayangnya dengan tulus terhadap sang anak. Namun, kenyataannya bully dilakukan oleh orang tua kandung sendiri terhadap anak kandungnya, sungguh sangat miris hati saya terlebih jika sampai berdampak kematian. Pelaku bisa melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya berupa penganiayaan, bentakan, bahkan pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri. Menjadi tanda tanya dimanakah iman dan moral sang pelaku? Kalau sudah begini hukumlah yang harus bergerak dengan seadil-adilnya untuk memberi pelajaran terhadap sang pelaku.

Jika mengamati perkembangan kasus bully yang tidak kunjung pudar, siapa yang dapat menjamin kapan kasus ini akan berakhir? Sampai kapan anak akan selalu menjadi korban kekerasan? Saya sangat berharap setidaknya dengan tulisan ini, saya dapat mendukung penuh Bunda Khadijah dalam menuntaskan kasus bully melalui sebuah tulisan yang bertemakan Stop Cyberbully. Semoga kelak semakin banyak masyarakat yang gemar menulis dan kepada korban juga tidak takut dan malu untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan melalui sebuah tulisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar